Hukuman fisik seperti memukul, mencubit, menampar, mendorong, sering kali masih dilakukan orang dewasa kepada anak-anak. Banyak studi yang membuktikan bahwa pengalaman pahit ini akan berdampak pada kesehatan mental anak-anak.
Selain memengaruhi kesehatan mental, para ilmuwan AS juga menemukan bahwa hukuman fisik di masa anak-anak memicu mereka tumbuh menjadi antisosial. Dijelaskan dalam jurnal JAMA Network Open, kesimpulan itu didapat setelah mereka memeriksa survei 36.309 orang dewasa berusia 47 tahun.
Dalam penelitiannya, semua responden ditanya apakah pernah mendapat kekerasan fisik seperti didorong, ditampar, dipukul, atau penganiayaan lain seperti kekerasan seksual dan emosional.
18 persen di antaranya mengaku mengalami kekerasan fisik dari anak-anak sampai tumbuh dewasa, dan 48 persen mengaku pernah mengalami beberapa bentuk penganiayaan.
Melansir Channel News Asia, Kamis (31/1/2019), pengalaman tidak menyenangkan itu ternyata membentuk mereka menjadi antisosial. Setidaknya orang dewasa yang masa kecilnya mendapat hukuman fisik dan beberapa bentuk pelecehan cenderung lebih mengembangkan perilaku antisosial dibanding mereka yang mendapat satu jenis perlakuan buruk.
"Data beberapa dekade mengindikasikan bahwa memukul dan memberi hukuman fisik yang keras memengaruhi banyak aspek kesehatan, perkembangan, dan sosial yang buruk bagi anak-anak. Terpenting, tidak ada studi yang menunjukkan bahwa memukul bermanfaat untuk anak," kata pemimpin studi Tracie Afifi dari Universitas Manitoba di Kanada.
"Kita harus berhenti menggunakan kekerasan fisik untuk mengedukasi anak dan beralih ke pengasuhan yang positif," katanya.
Memberi pengasuhan yang positif bukan berarti tidak memberi konsekuensi bila anak nakal atau melakukan sesuatu yang berbahaya.
Sebaliknya, Afifi menyarankan untuk mendisiplinkan anak tanpa melibatkan fisik. Berbagai perilaku antisosial yang dimaksud dalam studinya antara lain melanggar hukum, berbohong, impulsif, cepat marah, ceroboh, tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan atau membayar tagihan, dan tidak merasa menyesal bila telah melakukan penganiayaan, melukai orang lain, atau mencuri.
Andrew Riley, seorang psikolog dari Rumah Sakit anak Doernbecher dan Universitas Kesehatan Oregon di Portland menambahkan, anak-anak yang pernah mendapat hukuman fisik mungkin cenderung sulit mengendalikan dorongan untuk melawan atau melakukan kekerasan.
Pria yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan, kekerasan mungkin satu-satunya hal yang mereka tahu untuk bisa menyelesaikan suatu konflik.
"Anak-anak belajar dengan melihat contoh dan orang tua berperan sebagai model utama. Bila mereka mendapat kekerasan di masa anak-anak, mereka akan belajar bahwa melukai orang yang dicintai bukanlah hal yang salah. Tentu pelajaran seperti ini tidak ingin kita ajarkan ke anak-anak bukan?" sambung Riley.
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.