0


Seorang pria dari etnis Kurdi Iran mengungkapkan kisahnya saat menjadi penembak runduk dan berperang melawan ISIS di Suriah. Azad Cudi, yang kini berusia 35 tahun, mengaku meninggalkan Iran saat masih berumur 19 tahun.

Dia kabur setelah menolak mengikuti perintah wajib militer di negaranya yang mengharuskannya melawan kaum Kurdi Iran, etnisnya sendiri. Azad pun pindah dan menjadi warga negara Inggris.

Namun ketika Suriah dilanda perang saudara pada 2011 dan menjadi rentan terhadap masuknya organisasi militan, Azad merasa tidak bisa tinggal diam. Terlebih lagi Suriah juga menjadi rumah bagi kaum etnis Kurdi.

Meski ironis, karena dia meninggalkan tanah kelahirannya demi menghindari perang, Azad memutuskan untuk berangkat ke Suriah.

Pada 2013, dia telah tiba di negara yang sedang dilanda perang itu. Azad bergabung dengan kelompok relawan tentara Kurdi, YPG. Azad hanya sempat menjalani pelatihan singkat dan kilat untuk menjadi penembak runduk menggunakan senapan, serta teropong tua.

Dia menjadi satu dari 17 " sniper" yang dimiliki YPG saat itu dan misi utamanya adalah mengusir keluar militan ISIS dari Kota Kobani, di utara Suriah, dekat dengan wilayah Aleppo yang hancur akibat perang.

"Kobani adalah sebuah tempat yang kejam, tidak ada yang normal di sana," ujar Azad menceritakan kembali kisahnya semasa berada di Suriah kepada The Express, dikutip Mirror.co.uk.

"Pasar hancur, jalan-jalan hancur, tidak ada tanda-tanda peradaban. Menyaksikan rumah-rumah yang hancur terasa seperti mendapat hantaman di wajah," tambahnya.

Meski YPG, yang didukung oleh koalisi pimpinan AS, turut mendapat bantuan serangan udara, Azad mengatakan, pertempuran di darat juga terjadi di jalan-jalan dan dari rumah ke rumah.

Salah satu tugas yang diemban Azad saat itu adalah untuk mengidentifikasi markas ISIS dan menghabisi mereka satu per satu sebelum bala bantuan datang untuk menyerbu masuk.

Azad pun menceritakan, tidak jarang harus berhadapan satu lawan satu dengan militan yang datang mengejar mereka.

"Terkadang kematian terasa sangat dekat sehingga memaksa untuk mencari cara agar bisa bertahan, salah satunya adalah dengan balik melawan."

"Kami harus berhadapan dengan situasi yang sulit. Terkadang harus kehilangan rekan dan kadang juga tak sengaja menembak teman sendiri," ujarnya.

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

 
Top